Ketua PWRI Dompu Mengutuk Keras Pernyataan Oknum PT. STM

 

Ketua PWRI Kabupaten Dompu, Muhammad Aminullah, S.HI

Dompu, mediaruangpublik.com - Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Dompu, Muhammad Aminullah, S.HI mengutuk keras oknum pihak PT. STM yang menyatakan bahwa sejumlah media merilis berita bohong. 

Sebab, dalam pemberitaan Wartawan maupun media tidak pernah merilis yang namanya pemberitaan bersifat hoax karena setiap pemberitaan yang dikeluarkam oleh media tentu merujuk kepada peraturan yang berlaku sesuai dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Seharusnya kata Aminullah, pihak PT. STM harus menerima dengan legowo jika muncul kritikan dari masyarakat terlebih lagi dari media karena media dalam menulis berita harus berdasarkan dari pernyataan narasumber serta tetap mengacu kepada asas praduga tak bersalah. 

"Pihak PT. STM tidak boleh menjas bahwa media online lokal banyak merilis berita bohong alias hoax, kalau pihak perusahaan tidak paham terkait cara kerja media sebaiknya bisa membuka UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 karena semuanya sudah jelas pembahasannya pada setiap pasal UU Pers tersebut. 

"Sebaiknya oknum pihak PT. STM yang menuding sejumlah media lokal merilis berita hoax, dapat membaca dan memahami baik-baik UU Pers tersebut sehingga tidak asal bunyi aja,"tegas pria yang akrab disapa Amin Kasipahu ini.

Dijelaskan Amin, dalam Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, beberapa Pasal telah mengatur terkait pemberitaan Wartawan seperti,

Dalam Pasal 5 Ayat (1) menegaskan bahwa pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama dan kesusilaan, serta asas praduga tak bersalah. 

Pasal 8 memberikan perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Juga dalam Pasal 18 ayat (1) mengatur sanksi bagi pihak yang menghalangi kerja jurnalistik. Selain itu, wartawan juga terikat pada Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers. 

Sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU Pers : Wartawan harus memberitakan peristiwa dan opini secara akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Mereka juga wajib menghormati norma agama dan kesusilaan, serta asas praduga tak bersalah. 

Pada Pasal 8 UU Pers : Wartawan dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Perlindungan ini mencakup kebebasan pers dan hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. 

Sementara pada penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU Pers berbunyi :

Barang siapa yang secara melawan hukum menghalangi wartawan dalam menjalankan tugasnya dapat dikenai sanksi pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta. 

Kode Etik Jurnalistik:

Wartawan juga terikat pada Kode Etik Jurnalistik yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar perilaku profesional wartawan, termasuk keharusan untuk menyajikan berita yang faktual, berimbang dan tidak memihak. 

Begitu juga pada Pasal 4 ayat (4) UU Pers bahwa Wartawan memiliki hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan identitas narasumber yang patut dilindungi demi kepentingan umum. 

Juga pada Pasal 1 angka 11 UU Pers yakni mengatur tentang Hak Jawab, yaitu hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 

Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik mengatur tentang kewajiban wartawan untuk mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat. 

Dengan demikian, pemberitaan Wartawan diatur tidak hanya oleh UU Pers, tetapi juga oleh Kode Etik Jurnalistik yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar perilaku profesional wartawan. [*/RP. 01]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.